Merawat Adat Tradisi Suku Kerinci Melalui Kenduri Sko

Kabupaten Kerinci, 14/7 (ANTARA) - Bendera karamentang telah dipasang sebagai pemberitahuan bahwa upacara adat Kenduri Sko tengah berlangsung.
Bendera karangmentang memiliki lima warna sebagai simbol lima suku yang terhimpun di dalamnya. Bendera dipasang tinggi menjulang di setiap sudut strategis, khususnya sekitar Pasar Semurup Kerinci Jambi.
Sore itu di penghujung Juni 2025 aktivitas ekonomi dan kegiatan sosial di tiga desa di Koto Baru, Air Tenang dan Sawahan Jaya seperti terhenti sejenak. Masyarakatnya sedang mengikuti upacara adat mengasap negeri, salah satu rangkaian kenduri Sko.
Halaman di sekitar rumah Depati Simpan Negeri (Pemangku Adat) terasa beda dari biasanya. Dari kejauhan bau daun sitawa dan peladang serta kelegitan aroma kemenyan terasa menusuk hidung.
Para Ninik Mamak (Tokoh Adat, red) dan pemangku adat berkumpul di rumah pesusun negeri, mendengar dan menerima titah dari depati untuk mengelilingi negeri (kampung) membawa doa-doa kebaikan.
Mereka diiringi asap kemenyan dan cembung --sebuah mangkok putih peninggalan leluhur-- yang bisa menimbulkan suara dengungan saat digosok menggunakan telapak tangan hulu balang pembawanya.
Sepanjang jalan mengitari kampung, peserta melantunkan pujian kebaikan sembari memercikkan air ramuan dari jenis daun sitawa, sidingin, peladang hitam dan putih serta doa ke setiap halaman rumah diiringi pukulan lembut alat kebesaran seperti kempul (gong kecil).
Di titik sudut kampung, perwakilan ninik mamak melantunkan adzan. Lantunan di tempat terbuka menghadap ke barat, setelahnya ditutup dengan doa yang memiliki makna penyampaian rasa syukur dan permintaan agar negeri yang didiami tetap lestari serta terhindar dari marabahaya.
Begitu seterusnya hingga empat sisi sudut negeri berkumandang adzan dan doa. Prosesi ini digelar hingga mendekati senja. Ritual mengasap negeri dilakukan selama tiga hari berturut-turut.
Malam baru berlalu, perlahan Ninik Mamak dan sejumlah panitia kenduri adat berdatangan ke rumah pesusun negeri.
Tua, muda, laki-laki dan perempuan berkumpul mendengar petuah adat dari depati agar pelaksanaan puncak kenduri diberkati.
Kemudian, mereka memotong jeruk limau semua jenis jeruk purut, kunci, kapas dan oadang hasil mupu atau mengumpulkan dari rumah-rumah warga ke rumah pesusun negeri.
Setelah proses pemotongan selesai, mereka masih berkumpul mengikuti rangkaian ritual berlanjut upacara adat 'Asyeik', tarian adat sebagai cara berkomunikasi dengan para leluhur untuk meminta kebaikan dan perlindungan untuk warga Tigo Huhah Semurup.
Tarian ini sarat akan hal magis, namun memiliki filosofi yang dalam serta makna sejarah perjalanan panjang masyarakat suku Kerinci.
Rangkaian malam itu dilanjutkan dengan prosesi 'Naik Salih, 'pengangkatan gelar baik kaum perempuan dari garis keturunan sesuai permintaan.
Hal itu berlaku di suku kebanyakan di Kerinci termasuk suku Mangku Malano, Ijung Jay Karti, Ijung Suku Lamat, Ijung Pati Jadi dan Ijung Tabajo wilayah Semurup, garis keturunan perempuan yang memiliki garis silsilah mewarisi gelar adat.
Sekretaris Panitia Kenduri Sko Karyadi mengatakan, ritual ngasap neghi (negeri) adalah kegiatan yang dilakukan sebelum kenduri Sko.
Tujuannya, mengusir penyakit dan gangguan yang mungkin ada di kampung atau wilayah adat yang dilakukan di Wilayah Tigo Luhah Pamuncak Semurup, Kerinci.
Terakhir kali wilayah ini melaksanakan kenduri di tahun 2018, setelah tujuh tahun berlalu ritual ini kembali digelar atas permintaan pemangku adat dan ninik mamak.
Persiapan kenduri ini telah dirancang sejak lama, melalui musyawarah mufakat akhirnya tahun ini dilaksanakan.
Biaya yang dibutuhkan tidak sedikit, untuk memenuhi keperluan setidaknya perlu dana sebesar ratusan juta rupiah. Dana dikumpulkan melalui iuran warga dan bantuan yang sifatnya tidak mengikat.
Besaran dana itu dialokasikan untuk melengkapi kebutuhan seperti pembelian kerbau, konsumsi hingga perlengkapan baju adat.
Mandi balimau
Pagi menjelang siang, ribuan masyarakat tiga desa berbondong mendatangi sungai Batang Merao, di dekat lapangan Air Patah tiga desa.
Setelah mendapat izin dari depati, para ninik mamak dan ulubalang menjunjung air limau, membawa ke tepian Sungai Batang Merao.
Proses pemercikan air limau sebagai simbol pembersihan diri dilakukan oleh abdi-dalam yang memiliki silsilah keturunan kepada masyarakat dengan berpola menyeberangi sungai melalui bawahan panggung yang telah disiapkan panitia.
Zespenti sadianti, gelar adat Salih Kecik Seteru Mato menerangkan, berdasarkan urutan, yang pertama melakukan mandi balimau harus lima orang perempuan. Hal ini simbol lima Suku Wilayah Tigo Luhah Pemuncak Semurup, disusul oleh anak jantan (laki-laki).
Pembedaan seperti itu telah diatur untuk ketertiban acara dan memuliakan kaum perempuan.
Di ujung acara, ninik namak melakukan doa di pinggir sungai berharap mendapat keberkahan dari tuhan.
Setelah iringan mandi balimau tuntas, acara dilanjutkan dengan doa bersama di rumah Gedang (Rumah Besar Depati Simpan Negeri). Di tempat itu, depati menyampaikan nasihat dari kepada kemenakan (kerabat) dan sanak keluarga kaum perempuan.
Depati Simpan Negeri Busri Nurdin dan Depati Negaro Nagari Muhammad Nazar mengungkapkan, kaum perempuan memiliki tugas memegang Sko atau adat.
Kaum perempuan sebagai mata kompas dalam menjunjung dan melestarikan adat bersama anak jantan (anak pria, red) sebagai pemakai gelar adat.
Mandi balimau merupakan tradisi turun-temurun yang tetap dilestarikan, di Tigo Luhah Semurup.
Setelah tujuh tahun baru dilakukan kenduri Sko sebagai ritual adat meminta keselamatan negeri kepada Sang Pencipta melalui budaya nenek moyang.
Acara adat ini dijunjung tinggi oleh masyarakat Kerinci. Saat ritual puncak berlangsung, masyarakat dari perantauan menghadiri acara sakral ini, dengan maksud menjalin silaturahmi dan meminta doa keselamatan.
Momentum ini menjadi ajang saling memaafkan bagi yang memiliki salah atau silang pendapat dalam kehidupan sehari-hari.
Rangkaian Kenduri Sko sudah berlangsung hampir satu bulan Koto Baru Semurup yang kini telah berkembang menjadi tiga desa, tetap menjaga satu asal-usul dan ikatan adat yang kuat.
Kenduri Sko menjadi simbol penyatuan nilai-nilai leluhur yang diwariskan secara turun-temurun.
Setelah mandi balimau, acara puncak Kenduri Sko ditutup dengan menyembelih kerbau (munu kerbau). Tanduk kerbau diserahkan ke pesusun.
Kenduri biasanya dilaksanakan di dalam dan halaman masjid, mengundang tokoh-tokoh adat, pemuka agama dan pemerintah berserta forum komunikasi pimpinan daerah.
Pelestarian melalui penularan
Ade Putra Yudi keturunan ke-14, bergelar Salih Kuning Barajato Panjang yang terlibat aktif dalam kegiatan kenduri ini mengatakan, tahapan ritual ini memerlukan waktu hampir satu bulan.
Jauh sebelum rangkaian mengasap negeri, mandi balimau dan kenduri berlangsung. Ninik mamak sudah melakukan rangkaian awal kegiatan tersebut.
Dimulai dengan mengantar sirih ke rumah Gedang Induk Tigo Luhah Semurup, Suku Ijung Jayo Karti dan Melano mengantar ke rumah Nenek Besi, Suku Ijung Tibajo dan Suku Ijung Sukulamat ke rumah Nenek Suri Alam dan suku Ijung Pati Jatdi ke rumah Gedang Ijung Parajinah.
Setelah prosesi itu selesai, tahapan selanjutnya para tetua ninik mamak menurunkan pedandan atau barang pusaka yang tersimpan lama. Selanjutnya benda tersebut dicuci oleh pemangku adat.
Tahap berikutnya, menaikkan bendera karamentang, dan mengantar sirih ke Hiang (Suku di Kerinci), karena nenek moyang suku Ijung Karti berasal dari sana. Maka dari itu, prosesi kenduri terlebih dahulu meminta izin ke Hiang. Baru setelah itu masyarakat Desa Koto Baru, Air Tenang dan Sawahan Jaya melaksanakan rangkaian demi rangkaian adat Kenduri Sko hingga puncaknya mengasap negeri, mandi balimau dan penyembelihan kerbau.
Mengakhiri acara adat, benda pusaka atau pedanden disimpan kembali, selanjutnya masyarakat menurunkan bendera karamentang sebagai tanda acara adat berakhir.
Bupati Kabupaten Kerinci, Monadi mengapresiasi kegiatan pelestarian adat yang dilakukan di Kabupaten Kerinci dan Kota Sungai Penuh.
Menurut dia, kegiatan ini memiliki nilai filosofis yang mendalam dalam upaya melestarikan kearifan budaya lokal suku Kerinci.
Kerinci sebenarnya satu sistem. Jika berbicara kenduri Sko maka pemahaman yang benar adalah Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci, satu kesatuan suku Kerinci.
"Ke depan agenda seperti itu akan dikolaborasikan antara kabupaten dan kota," ujarnya, menegaskan.
Kenduri Sko harus dilestarikan. Rangkaian upacara adat dan tradisi yang telah berjalan lama turun temurun hilang di telan perkembangan zaman.
Kenduri Sko bukan sekadar seremonial, namun mengandung nilai-nilai kearifan lokal yang kuat dan tumbuh di masyarakat. Oleh karena itu, patut dilestarikan. (ANTARA/Agus Suprayitno)
📬 Berlangganan Newsletter
Dapatkan berita terbaru seputar desa langsung ke email Anda.